pengalaman spiritual muhammad

Dalam al-Qur’an sendiri juga memuat firman Allah yang merujuk kepada Spiritual Nabi Muhammad saw.  yang salah satunya adalah  ketika Muhammad menerima wahyu pertama digua hira’ dan peristiwa Isra’ Mi’raj.
Ayat pertama yang telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad, yang beliau tidak bisa membaca dan menulis, segera mengarahkan perhatiannya pada pengetahuan. Kendati beliau tidak bisa membaca, Tuhan menyerunya untuk membaca: Dengan nama Tuhanmu(Rabb,”pendidik”), yang menjelaskan hubungan antara Tuhan dan pengetahuan. Rangkaian ayat berikutnya menegaskan hubungan ini: Yang mengajar dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Pencipta dan manusia terhubung oleh keimanan yang membutuhkan dan bersandarkan pengetahuan yang dikaruniakan oleh Yang Maha Pemurah (Al-Akram).
Wahyu pertama memperlihatkan hubungan langsung dengan penciptaan manusia yang belakangan akan digambarkan dalam wahyu: Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya. Akal, kecerdasan, bahasa, dan tulisan membekali manusia berbagai kwalitas yang dibutuhkan untuk mengemban tugas sebagai khalifah Tuhan dimuka bumi dan sejak awal, al-Qur’an mengaitkan pengakuan terhadap Sang Pencipta dengan ilmu dan pengetahuan, yang dengan sendirinya menegaskan asal usul penciptaan dengan sendirinya.    
Bagi kaum sufi, pengalaman Nabi Muhammad saw. adalah sebuah pengalaman ruhani yang tertinggi, sehingga para sufi berusaha meniru dan mengulainginya bagi diri mereka sendiri.
Dalam hal ini dikarenakan inti dari pengalaman itu ialah penghayatan yang pekat akan situasi diri yang sedang berada dihadapan Tuhan. dan bagaimana ia “bertemu” dengan Dzat Yang Maha Tinggi itu. “Pertemuan” dengan Tuhan, dengan sendirinya, juga merupakan puncak kebahagiaan, yang dilukiskan dalam sebuah hadis sebagai “sesuatu yang tak pernah terlihat oleh mata.”
 Hal ini karena dalam pertemuan tersebut segala rahasia kebenaran “tersingkap” (kasyf) untuk sang hamba, dan sang hamba pun lebur serta sirna (fana’) dalam Kebenaran. Oleh karena itu, Ibn ‘Arabi, misalnya, melukiskan “metode” atau thariqah-nyasebagai perjalanan ke arah penyingkapan Cahaya Ilahi, melalui pengunduran diri (khalwah) dari kehidupan ramai





Previous
Next Post »

3 komentar

Click here for komentar
MAHRUSIN
admin
23 Oktober 2012 pukul 04.38 ×

terima kasih atas kunjungannya...!!

Reply
avatar
Anonymous
admin
11 Juni 2013 pukul 02.31 ×

oke lahh

Reply
avatar
Thanks for your comment